Cinta Terakhir

Awalnya aku tak tahu rasa yang kurasakan ini. Mungkinhalusinasi atau kurang jaga kesehatan aku tak tahu. Ah entah.. Sigit pun datng menghampiri aku menanyakan keadaan aku yang seperti ini aku juga tak jelas mendengar dia berkata apa. Kemudian bayang hitam yang aku lihat sekarang. Tiada putih tiada pelangi di langit bahkan langit pun tiada.Yang terlihat hanyalah seluruh tubuhku.
Sentuhan lembut tiba dari pundakku yang tergetar. Aku melihat arah itu, tercengang diriku melihat seorang cewek seumuran denganku. Aku pun menanyakan siapa namanya. Satu kat pun tak keluar dari mulut manisnya dan hanya meninggalkan senyum untukku. Lalu tangan halusnyamenuju ke suatu arah. Saat aku berpaling muka dan kembali ke arah cewek itu hanya hampa hitam yang ku lihat.
Satu suara terdengar dan menyruh aku bangun. Setelah aku bangun hanya Sigit yang da di sampingku.Lalu aku menanyakan di mana aku berada sekarang. Sigit menjawab di rumahnya.
"Rik, kamu kenapa sih?", tanya Sigit padaku.
"Yah Git ku juga nggak tahu. Mang tadi kenapa mang? Pingsan lagi yah?"
"Riki kamu emang kamu pernah pingsan selain tadi? Perasaan tidak pernah sama sekali tuh."
Dalam hatiku sebenarnya aku ingin mengatakan aku pernah malah sering pingsan. Tapi Sigit aku tak mau dia cemas memang aku sahabatnya tapi harus gimana. Aku pun langsung ke toilet.
"Rik km mau kemana?"
"He he toilet."
"Eh bukan ke situ! Tapi ke sana! situ mah dpur."
"Hm sory ya aku kan baru satukali ini ke rumah kamu sejak kamu pindah."
Aku bertanya dalam hatiku kenapa aku seperti ini. Aku anggap itu hanya sakit biasa saja.
"Sms dari siapa tuh?"nada pesan di hp-ku.
Lalu aku pun melihat sms itu.
"Yang kamu lagi dimana sih? Aku telepon nggak di angkat sms nggak di balas, kenapa sih? Jangan-jangan kamu selingkuh yah? mending kita putus!"
Wah ternyata sms dari Ika Bagaimana harus menjelasinnyaya? Ah mendingan ku ajak ketemuan aja. Lalu aku pun ke rumah Ika yang tak jauh dari rumah Sigit.
Tok..tok..tok..
"Assalamu'alaikum...!"
"Wa'alaikumsalam...Hah kamu lagi Rik?"
Breeeeek.....
"Ika tunggu dulu akan ku jelasin semuanya..A..Aku tuh sebenarnya..."
"Sebenarnya kamu selingkuh ya kan? Aku tak mau melihat kamu lagi di hadapanku! Pergi...pergi..pergi!"
"Ika aku tadi tuh lagi di kampus trus tiba-tiba pingsan. Lalu aku dibaw Sigit ke rumahnya..."
Akupun menunggunya di depan pintu menanti Ika kembali. Apa salahku? Apakahaku menyakitinya? Ini semua salah paham. Sudah terlarut malam yang dingin akhirnya aku pulang menjauh dari rumah Ika. Aku berjalan pulang lagi pula ayahku pasti cemas.
Saat dalam perjalanan aku merasakan hal itu lagi dan tubuhku tumbang diatas trotoar. Hitam mengelilingi aku lagi. Sejenak terdiam, pelukanhangat singgah ditubuhku daribelakangku. Setelah wajahku tolehkan ternyata Ika yang memelukku. Aku rasakan pelukan itu terasa kuat seakan tak kan terlepaskan. Akupun bertanya kenapa Ika memelukku dan tak ada jawaban yang keluar dari senyum manisnya. Kemudian Ika melepaskan aku dan mencium pipiku. Sebenarnya aku sayang sama Ika tapi sekedar teman sekedar sahabat aku terpaksa jadian dengannya. Aku tak mau dia celaka karena kejadian percobaan bunuh diri yang diakan lakukan dahulu.
Suara lembut terliang di telinga kecilku dengan kata-kata hangat merasuki. Akupun terbangun dari hayalan itu.
"Kamu..kamu siapa? Kenapa aku seperti ini?" tanyaku.
"Rik...ini aku Afia. Mang kenapa?"jawab Afia sembari memberikan bajuku yang kelihatan baru disetrika.
Aku tekejut dan tak menyangka dia sekarang ada di depanku saat ini. Dia cinta pertamaku dan masa lalu yangmembuatku gila.
"Afia di mana aku ini? Ini kamar kan? Seharusnya..aku."
"Riki..ternyata kamu tak seperti yang aku kira ya. Hmm... Ini rumahku dan kamu sekarang ada di kamar tamu. Rik aku sangat menyesal sekali telah menolak kamu saat itu. Aku pengen kamu yang ada di hatiku. Aku sayang banget sama kamu Rik."
"Maksud kamu? Kamu tuh membuat hidupku menderita tau! Kamu terlambat Afia terlambat! Minggir kamu!" sentakku sambil bersiap pulang kerumah.
"Riki tunggu dulu! Aku sungguh cinta kamu Rik! Aku selama ini mencari-cari kamu..!"
"Apa urusanku? Aku mau pulang!"
Aku keluar dari kamar itu tapi pintu depan dikunci. Dan aku pun nekat menerobos kaca jendela di samping pintu. Walau perih sekarang aku bebas dari perempuan gila itu.Terik mentari pagi membuatkuletih berjalan menuju rumahku.
Hari demi hari ku lalui tanpa pacar maupun kekasih. Hanya para sahabatku yang menemani hari yang penuh warna keceriaan. Radit, Sigit, dan Lukman mengunjungi rumahku yang sempit dan sederhana. Saat itu ingin rasanya hal aneh itu ku ceritakan tapi itu semua tidak mungkin. Dengan mendadaknya Radit mengajak kami menuju ke RSUD untuk mengetes kesehatan kami masing-masing. Agar kami mengetahui penyakit apa yangada di dalam tubuh kami.
Akhirnya ruang pemeriksaan telah di depan mata. Pertama kali diantara kami yang masukduluan Radit dan hasilnya sedikit demam. Yang kedua Sigit dan hasil pemeriksaan berkata nihil atau sehat-sehat saja. Yang ketiga Lukman tapi kok lama sekali dia di dalam. Aku berpikir pasti ada apa-apanya denganLukman. Eh saat keluar malah dia lagi pedekate dengan suster cantik. Hah ada aja sahabatku satu ini. Giliranku telah tiba, tubuhku sesekali bergetar dan bergumam tak jelas ketika sang dokter memeriksaku.
Dokter Safiudin berdiam sejenak tanpa satu kata setelah pemeriksaan selesai. Beberapa saat dia mendekat seakan ingin ungkapkan semua tentang kesehatanku.
"Maaf, saudara Riki. Saya sedikit bertanya, apakah anda siap dengan hasilnya apapun itu?"
"Saya siap. Apapun itu."
Dengan rasa berat aku melihat hasilnya dan ternyata positif mengidap penyakit penyempitan pembulu darah. Aku berusaha meminta agar dicek sekali lagi. Tapi hasil itu benar-benar akurat.
Aku meminta dokter agar hasilini dipalsukan. Akan tetapi sahabat-sahabatku ternyata telah lama di belakangku mendengarkan semuanya. Daninilah rencana sahabatku yang telah direncakan sejak lama.
Opname pun aku jalani di RSUD demi kesembuhanku. Dokter mengatakan bahwa aku untungnya segera di bawa ke RSUD kalau tidak begitu akan semakin parah.
Keesokan hari saat aku mengambil makanan di meja seorang gadis cantik sekilas berdiri di balik pintu yang terbuka sedikit. Seperti aku pernah melihatnya di kejadianwaktu itu. Tak sengaja infus terlepas aku berlari mengejarnya hingga ke tamanindah yang menenangkan hati pikiranku.
"Cari siapa?" sapa gadis itu dengan senyum manisnya.
"Aku cuma..." tiba-tiba gadis itu memelukku erat terasa nyaman dan penuh kehangatan.
"Vino. Aku kangen banget sama kamu."
"Vino? Aku bukan Vino! Tolong lepaskan!"
"Vino jangan tinggalkan aku! Lebih baik kita pulang aja daripada di sini, di sini dingin!"
Entah apa yang sebenarnya terjadi. Aku terpaksa mengikuti arah langkah gadis itu. Setiba di rumah sedikit tua, aku dan gadis itu langsung masuk.
"Pa. Papa! Aku pulang bawa Vino nih."
"Nak kamu sudah pulang? Syukurlah. Nak Vino?" tanya ayah gadis itu sambil menepukpundakku.
"Siapa pak? Saya?" sahutku lembut.
"Vino sayang kamu duduk dulu ya! Dah lama nggak ketemu kemana aja sih yang? Kangen tau'!"
Dengan manja dan akrab gadis itu berbincang denganku seakan telah kenal lama. Aku hanya menjawab dan bertanya sekira tidak menyakiti hatinya. Setelah lama mengobrol, gadis itu pamit ke dapur untuk menyiapkan makan malam. Kemudian ayah gadis itu mendekat.
"Nak Vino. Maksud saya siapakamu anak muda?"
"Hm.. Saya pak? Saya Riki, RikiNugroho."
"Kamu temannya Fika ya? Atau pacarnya? Kok Fika tak pernah cerita ya?"
"Bukan bukan pak. Saya bukan siapa-siapanya Fika. Saya tadi baru saja ketemu Fika di taman pak."
"Nak Riki, sebenarnya bapak khawatir dengan keadaan Fika."
"Kenapa?"
Dengan terharunya ayah Fika menceritakan semuanya. Aku menyadari hal itu. Tapi akankah harus terus begini? Aku pun cari akal. Lalu aku menerima tawaran ayah Fika.
Hari demi hari aku lalui. Saat sedang jalan-jalan dengan Fika di taman aku tiba-tiba saja pingsan. Fika syok dengan keadaanku seperti ini.Fika meneteskan air matanya ke pipiku. Lalu bersama ayahnya Fika membawaku kerumah sakit. Setelah cukup lama Fika mendampingiku sejak di operasi, Fika tersadar dengan sendirinya bahwa dia mencintaiku bukan sebagai Vino. Terasa erat genggamanya saat aku mulai beranjak dari posisi berbaringku.
"Fika? Kamu kok ada di sini?"
"Iya Rik. Selama kamu di tempat ini aku selalu temani kamu Rik."
Mendengar semua itu hatiku terasa berbunga walau selama ini aku terpaksa namun sekarang benih itu timbul. Fika adalah cinta terakhir yang selama ini ku nanti jawabnya.
Setelah aku ajak kencan berdua di taman biasanya akubertanya kepada Fika.
"Fika apakah kamu mau jadi istri aku?"
"Hmm...Mau dong masak kagak? Hihi.." jawab Fika dengan malu.
"Fika...kalau begitu...hmm..."
Aku pun menciumnya dan saling memeluk erat seakan tak kan terlepas.

Comments