Pendeckar Javea : (Eps3) Kristal Pamang
Malam mulai mengusik sebuah desa di lereng gunung Sind. Para penjaga dikerahkan untuk berjaga di malam tanpa bintang. Bersiap melindungi desa mereka dari kelompok yang telah membantai desa lainya.
"Siapa itu?"
Dua sosok bayangan melintasi tembok yang terkena sinar bulan yang semu.
"Lapor beberapa orang te.." tiba-tiba kata tersebut berhenti setelah dua pisau beracun menancap di punggung penjaga yang sedang melapor. Dia pun tergeletak tepat di depan kepala desa.
Sesosok bayangan mulai terlihat jelas di depan para saksi mata. Lalu dia berkata, "lama tidak berjumpa Armanatama. Masih ingatkah kau denganku?" Senyuman penuh dendam terlukis di wajahnya yang setengah terang.
Kepala desa Armanatama menjawab kaget, "ternyata kau. Ada apa kau kemari? Kau penghianat, kau bukan lagi warga desa Wilangan!"
"Tenanglah. Aku? Jelas saja menginginkan kristal Pamang itu. Ketujuh kristal harus terkumpul demi kehidupan abadi. Hahahaha." Sosok yang angkuh itu kemudian menyerang Armanatama secepat mungkin. "Heah!"
Serangan itu berhasil ditahan dengan pukulan tinju dari Armanatama. Pukulan tinju dan pukulan tinju saling bebenturan keras. Para pendamping kepala desa terlempar jauh karena tak bisa menahan Efner yang besar.
"Budi, Matius, Yosi! Kalian rasakan itu?" tanya senior Ali.
"Aku tidak meraskan apa-apa," jawab Budi dan Matius.
"Kalian bagaimana? Bukankah setiap jam istirahat kuajari teknik merasakan Efner?" tanya Yosi agak marah.
"Heh bodoh. Sudahlah, sebaiknya kita ke tempat itu. Yang mana tempat itu adalah desa Wilangan. Cepat!" seru senior Ali.
Mereka berempat langsung ke tempat kejadian yang jaraknya sekitar 1 Km dari tempat semula mereka berhenti. Pemandu Ali yang berada di depan dengan cepat telah sampai. Dia melihat kepala desa sedang diserang bertubi-tubi oleh seseorang. Sesaat kemudian Budi, Matius, dan Yosi tiba di tempat.
"Budi jangan mendekat! Nanti kau akan terpental, mengerti!" pinta senior Ali mencegah adiknya agar tidak bertindak ceroboh.
Sebelum Budi melangkahkan kakinya, lima sosok pendekar menghadang mereka berempat. "Hahahaha... Kami lawan kalian anak kecil!"
"Hehe, kalian tidak menganggapku? Kurang ajar. Kalian siap junior hebat?" tanya senior Ali.
"Siap senior!"
"Heah!"
Mereka berempat menyerang kelima sosok bersamaan. Dengan rencana yang sebelumnya senior Ali menghadapi dua orang sekaligus dan sisanya para juniornya. Akan tetapi beberapa dari mereka muncul dan pertarungan pun menjadi satu lawan dua.
"Sial teknik itu hanya bisa menghadapi satu orang saja," batin Budi.
"Mat kau punya rencana lain?" tanya Budi yang sedang berusaha menahan serangan.
"Tidak teman, tapi ada teknik kelompok yang sedikit kupelajari," jawab Matius.
"Gunakan itu sekarang! Cepat!" seru Budi.
(Bersambung...)
"Siapa itu?"
Dua sosok bayangan melintasi tembok yang terkena sinar bulan yang semu.
"Lapor beberapa orang te.." tiba-tiba kata tersebut berhenti setelah dua pisau beracun menancap di punggung penjaga yang sedang melapor. Dia pun tergeletak tepat di depan kepala desa.
Sesosok bayangan mulai terlihat jelas di depan para saksi mata. Lalu dia berkata, "lama tidak berjumpa Armanatama. Masih ingatkah kau denganku?" Senyuman penuh dendam terlukis di wajahnya yang setengah terang.
Kepala desa Armanatama menjawab kaget, "ternyata kau. Ada apa kau kemari? Kau penghianat, kau bukan lagi warga desa Wilangan!"
"Tenanglah. Aku? Jelas saja menginginkan kristal Pamang itu. Ketujuh kristal harus terkumpul demi kehidupan abadi. Hahahaha." Sosok yang angkuh itu kemudian menyerang Armanatama secepat mungkin. "Heah!"
Serangan itu berhasil ditahan dengan pukulan tinju dari Armanatama. Pukulan tinju dan pukulan tinju saling bebenturan keras. Para pendamping kepala desa terlempar jauh karena tak bisa menahan Efner yang besar.
"Budi, Matius, Yosi! Kalian rasakan itu?" tanya senior Ali.
"Aku tidak meraskan apa-apa," jawab Budi dan Matius.
"Kalian bagaimana? Bukankah setiap jam istirahat kuajari teknik merasakan Efner?" tanya Yosi agak marah.
"Heh bodoh. Sudahlah, sebaiknya kita ke tempat itu. Yang mana tempat itu adalah desa Wilangan. Cepat!" seru senior Ali.
Mereka berempat langsung ke tempat kejadian yang jaraknya sekitar 1 Km dari tempat semula mereka berhenti. Pemandu Ali yang berada di depan dengan cepat telah sampai. Dia melihat kepala desa sedang diserang bertubi-tubi oleh seseorang. Sesaat kemudian Budi, Matius, dan Yosi tiba di tempat.
"Budi jangan mendekat! Nanti kau akan terpental, mengerti!" pinta senior Ali mencegah adiknya agar tidak bertindak ceroboh.
Sebelum Budi melangkahkan kakinya, lima sosok pendekar menghadang mereka berempat. "Hahahaha... Kami lawan kalian anak kecil!"
"Hehe, kalian tidak menganggapku? Kurang ajar. Kalian siap junior hebat?" tanya senior Ali.
"Siap senior!"
"Heah!"
Mereka berempat menyerang kelima sosok bersamaan. Dengan rencana yang sebelumnya senior Ali menghadapi dua orang sekaligus dan sisanya para juniornya. Akan tetapi beberapa dari mereka muncul dan pertarungan pun menjadi satu lawan dua.
"Sial teknik itu hanya bisa menghadapi satu orang saja," batin Budi.
"Mat kau punya rencana lain?" tanya Budi yang sedang berusaha menahan serangan.
"Tidak teman, tapi ada teknik kelompok yang sedikit kupelajari," jawab Matius.
"Gunakan itu sekarang! Cepat!" seru Budi.
(Bersambung...)
waw...keren nich cerita bersamnbung nya...lanjutkan !!!!
ReplyDeleteOke om
ReplyDelete