Pendeckar Javea : (Eps5) Gulungan Kuno
Sebelumnya Pendeckar Javea : (Eps4) Para Petarung
Kedatangan Matius dan Yosi memunculkan seseorang dari balik jendela. Lalu dia mendekati sang gadis dan berkata, "kau ini. Lama sekali."
Budi mengerutkan dahinya yang berdarah ketika orang itu berjalan menuju tempat kristal Pamang berada. "Jangan sentuh!" Sebuah teriakan menggema di dalam ruangan. Bersamaan dengan melesatnya dua bilah kearah orang itu. Namun dengan mudah dia menghindari serangan.
Tiba-tiba Matius maju dan menyerangnya. Sang gadis yang dia lewati hanya terdiam dan membiarkannya. Semakin dekat dan yakin akan bisa melumpuhkan orang tersebut.
Cring... Jleb...
Darah pun memancar dan bertebaran di lantai. Tergeletaklah salah satu di antara keduanya. Dia mencoba berdiri dan menahan rasa sakit. Berusaha untuk bangkit.
"Aarhh...!"
Namun salah satu yang lain telah mendapatkan kristal istimewanya. Dia memancarkan rasa senang seorang yang ambisius terhadap sebuah kekuatan besar. Lalu dia berkata, "sudah selesai. Lebih baik kita tinggalkan anak-anak nakal ini."
"Oke.. Oke.. Aku juga bosan melihat mereka."
Kedua musuh pun membawa kabur kristal istemewa itu. Namun Budi dan Yosi lebih berfokus pada temannya yang teluka daripada musuhnya yang melarikan diri.
"Ayo, cepat bawa dia ke tabib!" seru Budi.
"Lalu bagaimana dengan senior Ali?" tanya Yosi sambil mencegah Budi.
"Hah... Dia? Dia pasti baik-baik saja."
"Tapi lawannya itu aku lihat lebih kuat dari kakakmu. Juga kepala desa. Coba kau melihatnya ke sana," pinta Yosi. "Bertahanlah Mat! Kau harus bertahan."
Akhirnya Budi pun menemui sang kakak dengan terpaksa. Sang kakak yang dilihatnya saat ia sampai, terbaring lemas begitu juga kepala desa. Melihat kepala desa yang sudah tidak sadarkan diri, dia pun membawanya terlebih dahulu.
Saat kembali dari rumah tabib, dia melihat sang kakak sedang bersandar di sebuah pohon. Dalam batinnya dia bersyukur karena kakaknya masih bisa bangun.
"Kau Budi. Kau kah yang membawa kepala desa?"
"Heh.. Lebih baik kita segera ke rumah tabib. Lukamu harus cepat diobati."
"Oke, oke. Tolong bantu aku untuk berdiri."
***
Pagi yang cerah telah tiba. Sang surya pun menelusupkan cahayanya di celah jendela-jendela rumah. Membuat udara sejuk masuk ke dalam. Senior Ali, budi, dan Matius berjajar terbaring di kasur mereka.
"Pemalas! Ayam saja sudah berkeliaran kalian malah masih terbuai mimpi," seru Yosi sambil memercikan air ke wajah mereka.
"Hah... Kena ciprat juga nih senior," keluh senior Ali.
"Rupanya senior Ali juga begitu ya, hahahaha..," sahut Matius.
"Sudah-sudah. Cepat mandi sana!" seru Yosi.
Setelah mandi dan sarapan, mereka pun berpamitan kepada kepala desa. Saat berpamitan, mereka diberi sebuah gulungan untuk ditujukan kepada Bagurua. Kepala desa juga berpesan agar berhati-hati dalam membawa gulungan tersebut. Karena gulungan kuno dari kulit kerbau tersebut merupakan salah satu pusaka yang paling diincar para pendekar.
"Dengar, jangan ada yang berbicara tentang gulungan saat menyurusi hutan. Oke."
Mereka pun bertolak dari Wilangan dan menuju Javea. Perjalanan jauh kini lebih menantang dan harus berhati-hati.
***
"Bagaimana keadaan mereka ya?" tanya Dira.
"Hm iya ya," sambung Kin.
Beberapa saat kemudian mereka dikejutkan oleh sebuah suara dari belakang mereka.
"Sedang apa kalian?"
"Hehe... Kita sedang duduk-duduk aja, Bu Tya." jawab Dira.
"Ayo berdiri. Kalian dipanggil Bagurua untuk keruangannya."
(bersambung...)
Kedatangan Matius dan Yosi memunculkan seseorang dari balik jendela. Lalu dia mendekati sang gadis dan berkata, "kau ini. Lama sekali."
Budi mengerutkan dahinya yang berdarah ketika orang itu berjalan menuju tempat kristal Pamang berada. "Jangan sentuh!" Sebuah teriakan menggema di dalam ruangan. Bersamaan dengan melesatnya dua bilah kearah orang itu. Namun dengan mudah dia menghindari serangan.
Tiba-tiba Matius maju dan menyerangnya. Sang gadis yang dia lewati hanya terdiam dan membiarkannya. Semakin dekat dan yakin akan bisa melumpuhkan orang tersebut.
Cring... Jleb...
Darah pun memancar dan bertebaran di lantai. Tergeletaklah salah satu di antara keduanya. Dia mencoba berdiri dan menahan rasa sakit. Berusaha untuk bangkit.
"Aarhh...!"
Namun salah satu yang lain telah mendapatkan kristal istimewanya. Dia memancarkan rasa senang seorang yang ambisius terhadap sebuah kekuatan besar. Lalu dia berkata, "sudah selesai. Lebih baik kita tinggalkan anak-anak nakal ini."
"Oke.. Oke.. Aku juga bosan melihat mereka."
Kedua musuh pun membawa kabur kristal istemewa itu. Namun Budi dan Yosi lebih berfokus pada temannya yang teluka daripada musuhnya yang melarikan diri.
"Ayo, cepat bawa dia ke tabib!" seru Budi.
"Lalu bagaimana dengan senior Ali?" tanya Yosi sambil mencegah Budi.
"Hah... Dia? Dia pasti baik-baik saja."
"Tapi lawannya itu aku lihat lebih kuat dari kakakmu. Juga kepala desa. Coba kau melihatnya ke sana," pinta Yosi. "Bertahanlah Mat! Kau harus bertahan."
Akhirnya Budi pun menemui sang kakak dengan terpaksa. Sang kakak yang dilihatnya saat ia sampai, terbaring lemas begitu juga kepala desa. Melihat kepala desa yang sudah tidak sadarkan diri, dia pun membawanya terlebih dahulu.
Saat kembali dari rumah tabib, dia melihat sang kakak sedang bersandar di sebuah pohon. Dalam batinnya dia bersyukur karena kakaknya masih bisa bangun.
"Kau Budi. Kau kah yang membawa kepala desa?"
"Heh.. Lebih baik kita segera ke rumah tabib. Lukamu harus cepat diobati."
"Oke, oke. Tolong bantu aku untuk berdiri."
***
Pagi yang cerah telah tiba. Sang surya pun menelusupkan cahayanya di celah jendela-jendela rumah. Membuat udara sejuk masuk ke dalam. Senior Ali, budi, dan Matius berjajar terbaring di kasur mereka.
"Pemalas! Ayam saja sudah berkeliaran kalian malah masih terbuai mimpi," seru Yosi sambil memercikan air ke wajah mereka.
"Hah... Kena ciprat juga nih senior," keluh senior Ali.
"Rupanya senior Ali juga begitu ya, hahahaha..," sahut Matius.
"Sudah-sudah. Cepat mandi sana!" seru Yosi.
Setelah mandi dan sarapan, mereka pun berpamitan kepada kepala desa. Saat berpamitan, mereka diberi sebuah gulungan untuk ditujukan kepada Bagurua. Kepala desa juga berpesan agar berhati-hati dalam membawa gulungan tersebut. Karena gulungan kuno dari kulit kerbau tersebut merupakan salah satu pusaka yang paling diincar para pendekar.
"Dengar, jangan ada yang berbicara tentang gulungan saat menyurusi hutan. Oke."
Mereka pun bertolak dari Wilangan dan menuju Javea. Perjalanan jauh kini lebih menantang dan harus berhati-hati.
***
"Bagaimana keadaan mereka ya?" tanya Dira.
"Hm iya ya," sambung Kin.
Beberapa saat kemudian mereka dikejutkan oleh sebuah suara dari belakang mereka.
"Sedang apa kalian?"
"Hehe... Kita sedang duduk-duduk aja, Bu Tya." jawab Dira.
"Ayo berdiri. Kalian dipanggil Bagurua untuk keruangannya."
(bersambung...)
Comments
Post a Comment
Terima kasih sudah mampir.
Jangan lupa komen ya. Satu saja sangat membantu untuk kemajuan blog ini.
Ingat yang sopan komennya. Oke. :)