Pendeckar Javea : (Eps6) Perampok

Kin dan Dira kini menuju ruangan yg berada di ujung lorong teras kelas mereka. Sampai di depan pintu Kin mengetuk pintu tersebut beberapa kali. Lalu terdengar suara dari dalam ruangan.
"Siapa?"
"Kami guru, Kin dan Dira," jawab mereka.
"Silakan masuk."
Mereka berdua pun memasuki ruangan. Dalam ruangan itu terdapat Bagurua dan salah satu guru mereka. Masih bertanya-tanya dalam hati mereka, ada apa mereka dipanggil ke tempat tersebut.
"Hm.. Hm.. Hm.. Bagaimana guru Laskar?" tanya Bagurua sambil melihat lembaran kertas kuno yang dipegangnya.
"Sampai sekarang belum ada kabar," jawab guru Laskar yang berada di sisi kiri Bagurua.
Kin dan Dira terdiam mendengar pembicaraan guru-gurunya. Kin tidak sabar mendengar apa yang ingin disampaikan oleh Bagurua. Lalu dia pun bertanya, "maaf Bagurua, sebenarnya ada perlu apa kami di undang kemari?"
Sebelum pertanyaannya terjawab, dari pintu terdengar ketukan beberapa kali. Bagurua mempersilakan masuk orang itu. Terbukalah pintu dan seseorang muncul dari balik pintu.
"Maaf aku terlambat."
"Baiklah. Kalian tahu desa Wilangan?" tanya Bagurua.
"Tahu Bagurua. Desa itu adalah salah satu desa yang berada di lereng gunung Sind," jawab Dira.
"Aku telah mengirim tim Budi kesana kemarin. Dari informasi yang didapat mereka sebenarnya telah kembali dan seharusnya telah sampai tadi pagi," Bagurua melanjutkan. Sejenak Bagurua meletakkan kertas kuno yang dipegangnya di atas meja.
"Wira, kau pimpin kedua temanmu ini! Kalian harus kembali bersama tim Budi! Firasatku mengatakan ada yang tidak beres dalam perjalanan kembalinya mereka."
"E..e.. baik Bagurua," kata Wira, sambil membungkuk sedikit. Wajahnya yang dihadapkan ke lantai terlihat kesal. Bagaimana mungkin tim Budi adalah murid junior yang mendapatkan tugas pertama, bukan timnya.
"Baik. Cukup itu saja dariku. Untuk selanjutnya, ambil perlengkapan kalian, lalu pergilah ke Gerbang Delapan. Di sana kalian akan mendapatkan pemandu kalian."
"Baik, Bagurua."
Wira, Kin dan Dira tak menyangka bahwa mereka telah mendapat tugas pertama mereka. Berbeda dengan Wira, yang memang menaruh kebencian terhadap Budi dan teman-temannya. Mereka memencar di pertigaan lorong kelas. Menuju asrama untuk mengambil perlengkapan.
Di Gerbang Delapan sang pemandu telah menunggu mereka bertiga. Rambut merahnya pendek dan acak-acakan. Coretan luka di pipinya lebih membuatnya mengerikan daripada matanya yang abu-abu agak biru.
"Oh.. Kalian rupanya. Sudah siap kalian?" tanya sang pemandu.
"Wah...gantengnya," kata Dira terpesona saat melihat senyum dari sang pemandu.
"Bukankah tim Budi itu dianggap yang terbaik? Mengapa harus kita bantu segala?" tanya Wira kepada sang pemandu. Lalu Wira maju beberapa langkah membelakangi sang pemandu.
"Kau tidak tahu rupanya. Jalan kembali mereka lebih mengerikan daripada jalan saat perginya. Oleh karenanya kita harus membantu mereka," jawab sang pemandu.
"Ah aku tidak mengerti apa yang terjadi. Tapi aku mengerti tugas ini harus selesai," sambung Dira.
Sang pemandu melihat suasana semakin tidak nyaman. Dia menepuk pundak Wira dan berkata,
"benar. Kalian akan mengerti saat kalian bertemu mereka. Baiklah. Cukup bicaranya."
Mereka berempat kemudian menuju ke tempat tim Budi berada. Namun sebelumnya mereka harus mencari letaknya. Salah satu petunjuknya adalah lembah Sind.
***
"Kau mendengarnya?" tanya Matius.
Keheningan menyelimuti perjalanan Budi dan teman-temannya. Hanya langkah kaki hampir tak terdengar yang ada di antara mereka.
"Jangan banyak bicara. Aku juga mendengar itu. Diam!" kata Yosi yang berjalan di depan Matius.
Senior Ali yang berada di depan menghentikan langkahnya. Lalu mengisyaratkan agar Budi dan teman-temannya bersiap.
Suara pedang terdengar nyaring. Sepertinya telah tercabut dari sarungnya. Ada beberapa suara yang sama yang didengar Budi. Di antara semak bergoyang itulah sumbernya. Beberapa orang keluar dari semak-semak. Adapula yang melompat dan menyerang bersama ke arah Budi dan teman-temannya.
"Bersiaplah!"
Pertarungan terjadi, pedang dan tendangan saling melawan. Meski belum pulih dari kejadian semalam. Budi berusaha melawan para perampok. Namun ketahanannya kini mulai tergoyah. Beberapa kali terjatuh. Begitu juga senior Ali, Matius dan Yosi.
Hari semakin siang dan udara semakin menekan napas mereka. Luka mereka bertambah.
"Sebaiknya kalian berempat mengalah. Aku tidak suka itu," kata salah satu perampok yang berdiri di hadapan senior Ali.
"Kaukah pemimpinnya? Payah sekali. Tapi.." tiba-tiba kalimat perampok terhenti.
"Jumlahmu berkurang kawan. Lihat sekelilingmu," seru seseorang yang muncul dari balik pohon.
"Ahh.. apa?" perampok terkejut melihat anggota-anggotanya telah tergeletak di atas tanah. Hanya ada enam orang saja yang dia miliki.
Para perampok yang kesal kemudian menyerang seseorang itu. Namun serangan tersebut terhenti ketika dihadapan mereka muncul beberapa orang lainnya menahan serangan.
(Bersambung...)

Comments

  1. yang menahan serangan pasti pihak keamanan...
    polisi atau semacamnya ya....
    :P

    ReplyDelete
  2. Ea nggak lah ... Msak dihutan ada polisi tidur

    ReplyDelete

Post a Comment

Terima kasih sudah mampir.
Jangan lupa komen ya. Satu saja sangat membantu untuk kemajuan blog ini.
Ingat yang sopan komennya. Oke. :)