Agnistone Eps 1
Aku bertemu seseorang ketika akan memeriksa sebuah tempat produksi energi pengganti minyak bumi, Bionol. Dia seorang yang sangat kukenal, dia juga yang mempekerjakanku di tempatku bekerja sekarang. Dia salah satu koordinator lapangan perusahaan WBC, perusahaan bahan bakar selain Pertamina. Dia juga teman sekolahku saat SMP. Dia tersenyum lalu menepuk pundakku dua kali. "Hei bung! Bagaimana? Apakah sudah selesai?"
"Hei juga. Sedikit lagi bung. Tinggal tempat ini," jawabku sambil mengontrol mesin pabrik.
Tidak lama kemudian, aku pun selesai mencatat hasil kontrol dan semua perangkat dalam kondisi baik. Temanku yang beberapa saat yang lalu pergi entah kemana, dia kembali menemuiku. "Jo, maaf aku datang lagi. Tapi kali ini aku disuruh bos. Dia ingin bicara padamu."
"Ooh. Baiklah. Tp apa yang akan dibacarakannya padaku?" tanyaku. Tidak biasanya aku dipanggil bos, bahkan tidak pernah. Dalam batinku beribu tanya mengelilingi pikiranku. PHK, naik gaji, dipindah, naik jabatan, atau yang lain?
Di luar batinku, lurus di depan terlihat ada seseorang yang terbaring di sebelah mobil yang terbuka pintu pengemudinya. Aku pun segera berlari mendekat dan menolongnya.
"Apa yang terjadi? Ya Tuhan. Hei! Bangun Ko! Eko! Bertahanlah!" Aku berusaha membangunkannya dengan ilmu P3K yang sedikit kumliki. Tetapi sebelum aku melakukannya, dia telah membuka matanya. Lega rasanya melihat Eko masih bisa bertahan dengan luka yang serius.
"Dia akan... a... akan... Jo..." Suaranya terputus-putus dan tidak jelas.
"Akan apa? Dia siapa?" tanyaku penasaran sambil menerjemahkan gerak bibirnya. "Agrh!" Sepertinya sesorang memukulku dari belakang. Aku coba melihat ke belakang. Alex. Alex yang berada di belakangku dengan membawa pralon besi panjang. Matanya berubah menjadi sorotan penuh kekejaman. Senyumannya kaku dan memaksa bibirnya untuk menutup gigi taring yang ingin selalu keluar.
"Ada apa Lex? Aku tak punya salah padamu," tanyaku. "Aaggrh!" jeritku lagi. Rupanya ada kawat listrik bertegangan tinggi saat kucoba mendekati Alex. Semakin lama tubuhku semakin lemas. Aku merasa tubuhku tidak bisa bergerak lagi.
Sekejap hanya gelap yang terlihat. Kubuka mataku, aku terbaring dan benda di sekitarku terlihat buram. Aku pun sadar, aku telah dipindahkan di bawah jeruji besi baja.
"Lihatlah airmu itu! Airmu akan membunuh temanmu! Hahahaha."
"Tidak! Jangan! Alex, jangan!"
Suara Alex dan Eko, mereka berdialog yang tidak jelas. Ada juga suara tumbukan antara dua benda. Sejenak hening lalu terdengar suara mobil yang menuju padaku. Samar-samar sosok Alex sedang berdiri dan memberi aba-aba. Setelah mobil berhenti, dia mendekati mobil tersebut. Dia mengambil sebuah selang dan berjalan mendekatiku. Lalu cairan keluar dari ujung selang itu. Cairan itu dicucurkan di sekeliling besi baja.
"Hahaha... Joko! Hm, bgmna ya? Sebelum kau mati, lebih baik kusiksa dirimu." Alex benar-benar ingin menyiksaku sebelum membunuhku. Dia menyulutkan korek lalu dilemparkannya ke cairan yang telah mengelilingiku. Api muncul dan membakar seluruh besi baja di atasku. Dia mulai mengarahkan api itu kepadaku dengan menggunakan sebuah alat.
Aku berusaha menutupi wajahku. Dengan gerak reflekku, aku juga meniupkan api kepadanya. Kulihat tangannya terbakar dan dia berusaha memadamkannya. Berguling-guling di atas pasir berdebu.
Kucoba bangkit dan merayap keluar lewat celah jeruji yang agak longgar. Usahaku tidak sia-sia, aku berhasil keluar walaupun dengan baju tahan api yang terkikis api. Api yang tersisa aku padamkan dengan debu pasir yang tidak jauh dariku.
Kemudian kudekati Alex yg sedang kesakitan. "Alex! Kau ingin membnuhku? Kanpa?"
"A.. aku." Dia berhenti, lalu melihat ke arahku. "Kau? Tidak! Jangan mendekat!" Dia bangkit lalu berlari dengan kencang sambil menoleh ke belakang sesekali.
Aku alihkan perhatianku pada Eko yang tergeletak tidak jauh dariku. "Eko! Bangun!"
"Kau Joko?" Dia bertanya padaku seakan tidak mengenaliku. Kupikir dia telah hilang ingatan setelah kepalanya ditumbukan ke tembok oleh Alex.
Lalu dia bertanya lagi, "Kenapa? Kenapa kau ke bumi lagi? Hehe... Bukankah sekarang kau sedang berjalan menuju peradilan."
Aku tidak peduli kata aneh yang terucap darinya. Aku hanya ingin membawanya ke sebuah klinik terdekat. Aku cari mobil yang Eko bawa sebelumnya.
***
Sampai di klinik aku sempat tidak diperbolehkan masuk oleh satpam. Lalu seorang dokter keluar dari ruangnya, dia melihatku dan menyuruhku masuk ke ruang pemeriksaan.
"Sebaiknya anda tunggu di luar," katanya padaku. Lalu kuanggukkan kepalaku.
Sembari menunggu di luar, aku menuju ke toilet. Di salah satu sudut toilet, kulihat ada sepasang pakaian. Segera kuambil dan kupakai pakaian itu.
Menata rambut dan pakaian adalah hal yang menjadi kebiasaanku. Namun aku merasa ada yang aneh ketika melihat cermin toilet di depanku. Aku pikir cermin toiletnya kotor, ternyata wajahku yang berubah. Kubuka bajuku, benar saja tubuhku juga berubah.
Agak tertawa dan tidak percaya saat melihat langsung Hulk di depanku. Lalu aku melangkah maju untuk melihat lebih jelas. Fireman? Benz? Itulah nama-nama pahlawan fiksi Amerika yang berada dipikiranku tentang kemiripannya denganku.
Terdengar suara langkah kaki menuju pintu toilet. Segera kupakai lagi pakaianku dan jas hujan yang kuambil di sebelah cermin.
"Hei bung, bisakah lebih cepat?" tanya seseorang yang mengetuk pintu toilet dari luar.
"Iya sebentar," jawabku.
"Kau? Ups... Oke, minggir. Aku sudah tidak tahan." Sejenak orang itu terdiam dalam toilet. Hanya suara kotoran yang jatuh ke kloset. Bau yang menyengat, membuatku segera pergi keluar.
"Hei juga. Sedikit lagi bung. Tinggal tempat ini," jawabku sambil mengontrol mesin pabrik.
Tidak lama kemudian, aku pun selesai mencatat hasil kontrol dan semua perangkat dalam kondisi baik. Temanku yang beberapa saat yang lalu pergi entah kemana, dia kembali menemuiku. "Jo, maaf aku datang lagi. Tapi kali ini aku disuruh bos. Dia ingin bicara padamu."
"Ooh. Baiklah. Tp apa yang akan dibacarakannya padaku?" tanyaku. Tidak biasanya aku dipanggil bos, bahkan tidak pernah. Dalam batinku beribu tanya mengelilingi pikiranku. PHK, naik gaji, dipindah, naik jabatan, atau yang lain?
Di luar batinku, lurus di depan terlihat ada seseorang yang terbaring di sebelah mobil yang terbuka pintu pengemudinya. Aku pun segera berlari mendekat dan menolongnya.
"Apa yang terjadi? Ya Tuhan. Hei! Bangun Ko! Eko! Bertahanlah!" Aku berusaha membangunkannya dengan ilmu P3K yang sedikit kumliki. Tetapi sebelum aku melakukannya, dia telah membuka matanya. Lega rasanya melihat Eko masih bisa bertahan dengan luka yang serius.
"Dia akan... a... akan... Jo..." Suaranya terputus-putus dan tidak jelas.
"Akan apa? Dia siapa?" tanyaku penasaran sambil menerjemahkan gerak bibirnya. "Agrh!" Sepertinya sesorang memukulku dari belakang. Aku coba melihat ke belakang. Alex. Alex yang berada di belakangku dengan membawa pralon besi panjang. Matanya berubah menjadi sorotan penuh kekejaman. Senyumannya kaku dan memaksa bibirnya untuk menutup gigi taring yang ingin selalu keluar.
"Ada apa Lex? Aku tak punya salah padamu," tanyaku. "Aaggrh!" jeritku lagi. Rupanya ada kawat listrik bertegangan tinggi saat kucoba mendekati Alex. Semakin lama tubuhku semakin lemas. Aku merasa tubuhku tidak bisa bergerak lagi.
Sekejap hanya gelap yang terlihat. Kubuka mataku, aku terbaring dan benda di sekitarku terlihat buram. Aku pun sadar, aku telah dipindahkan di bawah jeruji besi baja.
"Lihatlah airmu itu! Airmu akan membunuh temanmu! Hahahaha."
"Tidak! Jangan! Alex, jangan!"
Suara Alex dan Eko, mereka berdialog yang tidak jelas. Ada juga suara tumbukan antara dua benda. Sejenak hening lalu terdengar suara mobil yang menuju padaku. Samar-samar sosok Alex sedang berdiri dan memberi aba-aba. Setelah mobil berhenti, dia mendekati mobil tersebut. Dia mengambil sebuah selang dan berjalan mendekatiku. Lalu cairan keluar dari ujung selang itu. Cairan itu dicucurkan di sekeliling besi baja.
"Hahaha... Joko! Hm, bgmna ya? Sebelum kau mati, lebih baik kusiksa dirimu." Alex benar-benar ingin menyiksaku sebelum membunuhku. Dia menyulutkan korek lalu dilemparkannya ke cairan yang telah mengelilingiku. Api muncul dan membakar seluruh besi baja di atasku. Dia mulai mengarahkan api itu kepadaku dengan menggunakan sebuah alat.
Aku berusaha menutupi wajahku. Dengan gerak reflekku, aku juga meniupkan api kepadanya. Kulihat tangannya terbakar dan dia berusaha memadamkannya. Berguling-guling di atas pasir berdebu.
Kucoba bangkit dan merayap keluar lewat celah jeruji yang agak longgar. Usahaku tidak sia-sia, aku berhasil keluar walaupun dengan baju tahan api yang terkikis api. Api yang tersisa aku padamkan dengan debu pasir yang tidak jauh dariku.
Kemudian kudekati Alex yg sedang kesakitan. "Alex! Kau ingin membnuhku? Kanpa?"
"A.. aku." Dia berhenti, lalu melihat ke arahku. "Kau? Tidak! Jangan mendekat!" Dia bangkit lalu berlari dengan kencang sambil menoleh ke belakang sesekali.
Aku alihkan perhatianku pada Eko yang tergeletak tidak jauh dariku. "Eko! Bangun!"
"Kau Joko?" Dia bertanya padaku seakan tidak mengenaliku. Kupikir dia telah hilang ingatan setelah kepalanya ditumbukan ke tembok oleh Alex.
Lalu dia bertanya lagi, "Kenapa? Kenapa kau ke bumi lagi? Hehe... Bukankah sekarang kau sedang berjalan menuju peradilan."
Aku tidak peduli kata aneh yang terucap darinya. Aku hanya ingin membawanya ke sebuah klinik terdekat. Aku cari mobil yang Eko bawa sebelumnya.
***
Sampai di klinik aku sempat tidak diperbolehkan masuk oleh satpam. Lalu seorang dokter keluar dari ruangnya, dia melihatku dan menyuruhku masuk ke ruang pemeriksaan.
"Sebaiknya anda tunggu di luar," katanya padaku. Lalu kuanggukkan kepalaku.
Sembari menunggu di luar, aku menuju ke toilet. Di salah satu sudut toilet, kulihat ada sepasang pakaian. Segera kuambil dan kupakai pakaian itu.
Menata rambut dan pakaian adalah hal yang menjadi kebiasaanku. Namun aku merasa ada yang aneh ketika melihat cermin toilet di depanku. Aku pikir cermin toiletnya kotor, ternyata wajahku yang berubah. Kubuka bajuku, benar saja tubuhku juga berubah.
Agak tertawa dan tidak percaya saat melihat langsung Hulk di depanku. Lalu aku melangkah maju untuk melihat lebih jelas. Fireman? Benz? Itulah nama-nama pahlawan fiksi Amerika yang berada dipikiranku tentang kemiripannya denganku.
Terdengar suara langkah kaki menuju pintu toilet. Segera kupakai lagi pakaianku dan jas hujan yang kuambil di sebelah cermin.
"Hei bung, bisakah lebih cepat?" tanya seseorang yang mengetuk pintu toilet dari luar.
"Iya sebentar," jawabku.
"Kau? Ups... Oke, minggir. Aku sudah tidak tahan." Sejenak orang itu terdiam dalam toilet. Hanya suara kotoran yang jatuh ke kloset. Bau yang menyengat, membuatku segera pergi keluar.
Aa, ini ditulisnya pake ponsel kah?
ReplyDeletePacenya terlalu terburu-buru soalnya. Kurang jelas perubahan tempatnya gimana, aksi-aksi karakternya juga rasanya belum sempat ketangkep jelas tahu2 udah ganti lokasi.
Biasanya kalo nulis pake ponsel (ato device lain yang tidak punya keyboard seperti laptop atau PC) memang ada kecenderungan pacenya jadi super ngebut karena berusaha menangkap ide2 yg muncul di kepala tapi kecepatan nulisnya terbatas.
Hehe.
Ea Bro tulisan lama saya upload bgtu saja. Saya juga rasa ini terburu2. Namun saya tidak ingin juga terlalu banyak kalimat yang berbelit2 dan menjauh dari cerita saat memperbaikinya kemarin.
ReplyDeletePace tidak terlalu cepat itu tidak sama dengan kalimat yang berbelit2 lho. :D
DeleteMemang butuh banyak baca dan latihan buat dapat feel ttg pace yang pas; gak dragging, gak infodump, tapi memberikan informasi yang cukup bagi pembaca untuk merasakan kedekatan dengan karakter2nya dan masalah yang tengah dihadapinya.
Hehe.
Haha maklum bro amatir. bisa terangkan apa istilah2 yang tadi bro katakan?
DeletePace itu kecepatan cerita. Biasanya trik utk memperlambat atau mempercepat pace terletak pada kalimat, misalnya apakah to the point langsung ke yang penting ataukah penjelasannya mendetail banget.
DeleteDragging itu adalah pembawaan cerita yang kelewat lambat. Contoh pake adegan klise bangun tidur:
A membuka matanya yang masih terasa berat. Langit-langit kamarnya yang berwarna putih menjadi pemandangan pertama yang dilihatnya. Sudah ada cahaya dari luar, membentuk larik-larik di langit-langit, sepertinya matahari sudah terbit. A meraih ke meja rendah di samping tempat tidurnya, mengambil wekernya lalu melihat angka yang tertera di sana.
Versi lebih gak dragging:
Saat A terbangun, larik-larik cahaya sudah menghiasi langit-langit kamarnya. Ia mengambil wekernya, memastikan jam berapa sekarang ini.
Inti yang disampaikan sama-sama adalah A baru bangun tidur, tapi yang pertama itu sudah termasuk dragging. Berlambat-lambat tidak perlu.
Infodump itu info yang berlebihan, dianggap kurang penting (tidak berkaitan atau relevan dengan plot/konflik) dan seringnya tumpah di satu bagian cerita. Infodump tidak cuma untuk karakter saja, tapi juga untuk setting dunia.
Tapi untuk infodump ini sendiri, saya pribadi punya pendapat bahwa info gak penting (misalnya bahwa si protagonis selalu pake sandal Croc spesifik warna pink, selalu) itu menghidupkan suasana cerita serta memberi kedekatan tersendiri pada si karakter.
Teman saya yang lain sih ada yang sangat ketat pada masalah infodump ini sampai nyebut2 bahwa protagonis senengnya pake sandal Croc warna pink aja mendingan gak usah.
Yang sampe sekarang masih dalam proses pembelajaran buat saya salah satunya adalah si infodump ini. Terlalu sedikit "info gak penting" jadi garing, terlalu banyak "info gak penting" jadi infodump.
Hehe.
Oh gtu. Ku juga sekarang banyak yang begitu. Cerita yang ku buat dipanjangin dan dibuat lebih detil. Kadang ada infodump sampai 1 paragraf dalam satu babak atau episode.
Deleteceritanya baguss.... jadi ngebayangin seandainya ceritamu itu di film kan...
ReplyDeleteterima kasih nia... Wah sampai ke film juga. hehe. Ceritanya pingin ke novel dulu. Kalau punya alatnya tak bikin sendiri filmnya. hehe
Deletebagus2 tuh.. aku ikut jadi figuran jg gak apa2 kok..btw, km suka nulis yaa...??
Deleteea bisa dibilang suka, bisa juga tidak.
Deletewah agak tegang juag, tapi nice lah
ReplyDeleteHermawan : thanks... Hahay ada yang tegang...
ReplyDelete