Saat Terakhir Teleponmu

"Sms dari siapa tuh?" bunyi nada pesan di handphone-ku. Lalu kubuka pesan itu. Nia, nama yang tertera sebagai pengirim pesan tersebut. Nia adalah pacarku yang ke sekian kalinya. Diantara beberapa mantan pacarku sebelumnya, Nia yang selalu perhatian dan suka membuatku tertawa. Akhir-akhir ini Nia selalu mengirim pesan pada jam sembilan malam. Kadang jam sepuluh Nia menelpon.

"Akang, sudah tidur?" Pertanyaan yang ada dalam pesan tersebut. Akang adalah panggilan sayang yang Nia berikan padaku. Kadang aku tertawa kecil saat dia menyebutnya. Karena aku dan Nia asli orang Jawa.

Lalu aku membalasnya, "belum. Eneng kok belum tidur? Kangen ya?" Belum sempat pesanku terkirim, tiba-tiba handphone-ku berbunyi lagi. Ternyata telepon darinya.

"Assalamu'alaikum. Malam akang," sapa Nia. Suaranya yang manja semakin membuatku rindu padanya. Karena beberapa hari ini Nia sedang di luar kota.

"Waalaikumsalam, neng kangen ya? Hehehe," jawabku.

"Iya. Hm, besok eneng pulang, akang." Sebaris kata yang membuatku senang. Akhirnya rinduku terobati
juga. Serasa setahun tidak
bertemu.

"Hah masak? Beneran? Eneng besok pulang?"

"Iya akang. Tapi oleh-oleh yang akang minta enggak bisa eneng penuhi. Tabungan eneng habis. Hehe."

"Aduh, padahal akang berharap banget. Hehe. Ya enggak apa-apa yang penting eneng pulang dengan selamat dan sehat."

Selang beberapa menit, aku terpaksa menghentikan percakapan. "Duh lupa, neng sudah dulu ya. Akang mau belajar dulu. Baru ingat, besok ada ulangan dan ada beberapa PR yang harus diselesaikan."

"Ah akang gitu. Yah, akang lebih milih ulangan daripada eneng. Huh." Tut tut tut. Nia mematikan teleponnya. Aku merasa bersalah kepadanya. Buru-buru aku mengirim pesan kepadanya. Berharap pesan yang berisikan pantun dan puisi dapat meredakan kemarahannya. Walaupun semua itu bukan karyaku, alias dari mbah Google.

Jam dinding di kamar menunjukkan pukul sepuluh lewat. Artinya aku harus segera tidur dan beristirahat. Aku sempatkan mengirim pesan selamat tidur untuk Nia. Namun dia tidak membalas pesan tersebut. Tidak biasanya Nia tidur lebih awal.

"Zaky,bangun!" suara yang tidak asing lagi bagiku. Ibuku tercinta memanggilku. Namun itu tidak membuatku segera beranjak dari tempat tidurku. Tanganku meraba-raba permukaan meja yang ada di samping tempat tidur sambil mengendus handphone-ku. Lalu tanganku menyentuh salah satu sisi handphone. Segera kuambil dan mataku tertuju pada ikon kotak masuk. Namun tidak ada satu pesan pun dari Nia. Biasanya Nia membangunkanku lewat pesan atau telepon. Mungkin Nia kehabisan pulsa atau memang belum bangun.

Selang beberapa detik, aku pun beranjak dari tempat tidur sembari merapikanya. Dengan langkah gontai aku menuju
kamar mandi.

"Zaky, ini ada telepon dari Nia. Baru saja bunyi dan belum ibu angkat." Ibu menghampiriku yang tengah berdiri di depan
kamar mandi.

"Oh ya. Terima kasih bu," jawabku sambil memungut handphone dari tangan ibu dan berjalan menuju kamar. Baru beberapa langkah, tiba-tiba handphone-ku berhenti berdering.

"Yah, malah mati ni HP. Baru mau diangkat. Sudahlah nanti saja. Entar telat lagi."

Setibanya di sekolah. "Hah sial. Pintu gerbang sudah ditutup. Di mana tuh penjaga gerbang?" kesalku.

"Zaky! Tidak biasanya kau telat. Kenapa?" tanya seorang guru yang melihatku sedang melongo di balik pintu gerbang.

"Maaf pak. Saya kesiangan. Kran air di rumah mampet. Jadi saya harus numpang di tetangga sebelah," jawabku.

"Ya sudah. Lain kali jangan telat lagi. Cepat masuk!"

Pelajaran pertama sampai kedua kulewati tanpa ada omelan dari guru-guru. Kurasa mereka sedang tidak mempedulikanku yang selalu usil di kelas. Jam istirahat tiba. Kali ini aku bingung setengah mati. Aku harus mencari-cari dompetku di saku celana. Tanganku keluar masuk berulang kali. Ketika memeriksa saku depan sebelah kiri yang berisi handphone, aku teringat sesuatu. Aku belum mengirim pesan singkat ke Nia. Lalu kulihat ada tiga pesan yang belum dibaca di kotak masuk. Salah satu pesan dari Nia sedangkan dua lainnya merupakan nomor baru. Aku terkejut saat membaca isi pesan tersebut.

Rasa percaya dan
tidak percaya bergelut di hatiku. Pikiranku kacau, lidahku bertanya-tanya. Benar atau tidak. Kata-kata dalam pesan tersebut terasa pahit dan perih di hati.

"Zaky, yang sabar ya. Istighfar ya istighfar . . . . . Innalillaahi wa innailaihi rooji'uun. Nia, Nia telah menghembuskan nafas terakhirnya tadi pagi jam tiga . . ."

Air mataku mulai menetes bersamaan dengan bel masuk pelajaran. Selama pelajaran hingga selesai jam sekolah, pikiranku hanya tertuju pada Nia. Dia telah tiada. Dia yang aku cintai, yang aku sayangi. Kini telah berpulang ke rahmatullah.

"Nia, aku tau ini mungkin kedengaran aneh bagimu. Tapi kau yakin tidak akan terkejut mendengarnya?" tanyaku.

"Hm. Mau bilang apaan si?"

"Sebenarnya, aku telah jatuh hati padamu Nia . . ."

Ingatan saat pertama bertemu, berteman dan akhirnya resmi pacaran masih segar di otakku. Teringat saat liburan ke Parang Tritis. Liburan yang menyenangkan bersamanya. Namun apa dikata, semua telah menjadi kenangan yang hanya dinikmati dalam kesendirian.

"Sudahlah Zack. Biarkan Nia tenang di alam sana. Pastinya Nia tidak ingin melihatmu sedih saat dia pergi."

"Tapi, mengapa Nia tidak bilang tentang penyakit itu? Kau juga Saroh, kenapa menyembunyikannya dariku?" Aku menepuk gundukan tanah yang ada di depanku. Lalu kupeluk erat gundukan itu.

"Tidak Zacky. Nia tidak ingin kau tau. Karena dia tidak ingin kehilanganmu jika kau tau yang sesungguhnya."

-Selesai-

NB: Ini cerita lengkap dari yang pernah saya lombakan di FLASH FICTION 400 KATA ROMANTIKA REMAJA yang diselenggarakan oleh Panji Publisher dua bulan lalu. Alhamdulillah saya jadi kontributornya.

Comments

  1. Aish kampret ujung2nya sedih banget, gw ngerasain banget sebuah penyesalan itu. Di saat-saat terakhir Nia pergi si akang malah gak bisa nemenin. Telpon terakhir yang tiba-tiba putus itu juga dalem bgt sebenernya. Good job!

    ReplyDelete
  2. Thank's bro. Ane juga sedih pas nulis ini. Teringat someone.

    ReplyDelete
  3. bukan kisah nyata kan ya? sedih banget.. gue nangis pas di ujung cerita :'(

    ReplyDelete
  4. Ea bukan lah. Tapi pengalaman. Hehehe

    ReplyDelete
  5. aduh kalau pengalaman, berarti pernh ngalamin seperti ini? :(

    ReplyDelete
  6. dan ternyata endingnya sediiihhh... :(

    ReplyDelete
  7. Hehe, saya kasih tisu nih buat ngusap air matanya.

    ReplyDelete

Post a Comment

Terima kasih sudah mampir.
Jangan lupa komen ya. Satu saja sangat membantu untuk kemajuan blog ini.
Ingat yang sopan komennya. Oke. :)