Fitri dan Ramadhan ~ Baju Baru
Suatu hari di sebuah warung makan. Fitri, Ramadhan dan dua temannya sedang menunggu kumandang adzan maghrib. Mereka juga sedang menunggu makanan yang mereka pesan.
"Fitri, kamu pesan minuman apa tadi?" tanya Ramadhan.
"Aku tadi pesan Pop Ice. Kamu dan Laila kan suka rasa cokelat. Sedangkan aku dan Akbar suka stroberi. Ya udah, pesan rasa yang kalian suka," jawab Fitri. Kemudian ia menoleh ke arah pelayan yang sedang berjalan ke dapur. Ia pun memanggilnya. "Mas, minuman kami belum dibikin, kan? Esnya jangan banyak-banyak. Oke?"
"Oke deh, mbak Sist. SIAP!" Pelayan pun melanjutkan pekerjaannya. Ia pergi ke dapur.
Di samping Ramadhan, duduklah Akbar. Ia sedang terdiam menatap meja ceper di depannya. Kenapa ceper? Mereka ada di warung makan lesehan. Sepertinya Akbar sedang memikirkan sesuatu.
"Akbar, kamu kenapa?" Ramadhan kemudian bertanya sambil memegang pundak temannya itu.
Akbar menghela napas, "Gini, Ram. Aku tuh, bagaimana jelasinnya ya?" Akbar bingung.
Lalu Laila yang duduk di sebelah Fitri pun bertanya, "kamu ada masalah? Ceritakan saja. Mungkin kita bisa bantu. Iya nggak Fit?" Laila menoleh ke Fitri.
Akbar hanya dian dan memainkan jari-jemarinya. Ia belum yakin untuk menceritakan masalahnya.
"Kalau nggak mau cerita, nggak apa-apa. Yang jelas, kamu jangan gitu dong. Kita kan lagi menunggu waktu berbuka. Seharusnya kita bahagia." Ramadhan mencoba untuk tidak memaksa Akbar.
Namun Akbar akhirnya bicara, "begini, masalahnya aku belum gajian." Ia menceritakan masalahnya. "Kalian tau adikku yang paling kecil dan satu-satunya itu? Dia kemarin minta dibelikan baju baru."
"Oh itu masalahnya. Begini, kamu punya tabungan? Sementara pakai dulu tabunganmu buat beli baju baru," ujar Fitri.
"Tidak," jawab Akbar singkat. Ia masih bermain dengan jari-jemarinya. Sesekali menyisir rambutnya dengan jari-jarinya.
"Kamu kan merokok. Kurangi lah jajan rokokmu!" Laila menyahut.
Akbar agak tersinggung dengan apa yang dikatakan Laila. Ia pun menatap Laila dengan mata yang melotot. Marah? Jelas saja dia marah. "Kamu nggak tau sih! Tanpa merokok rasanya hambar!"
Pesanan pun telah tiba. Seorang pelayan menaruh empat piring nasi dan empat piring ayam goreng ke atas meja mereka. Seorang pelayang yang lain menyusul, membawa minuman yang mereka pesan.
Allahu akbar, Allahu akbar.
Suara adzan berkumandang. Waktu berbuka telah tiba. Mereka semua yang ada di warung makan bersyukur dan mengucap, "alhamdulillahirabbil'alamin". Akhirnya mereka bisa makan lagi, setelah seharian berpuasa. Sebelum mereka menyantap hidangan berbuka, mereka berdoa terlebih dahulu. Doa berbuka dan dilanjutkan doa mau makan.
Lima menit berlalu. Fitri dan teman-temannya selesai berbuka. Mereka bergegas pergi ke mushola terdekat. Mereka sholat berjama'ah.
Setelah sholat mereka pergi ke alun-alun. Belum akan pulang. Mereka meneruskan pembicaraan yang sempat terputus tadi.
"Bar, gini Bar. Kamu tuh tadi seharusnya jangan marah sama Laila. Laila tuh niatnya baik. Dan aku bukan membelanya. Tapi setidaknya satu puntung saja sehari. Kalau kamu belum bisa atau enggak bisa sehari tanpa rokok. Ini juga agar kamu belajar menabung dan berhemat. Bukannya sok atau gimana." Sejanak Ramadhan terdiam, ia membuka tutup botol aquanya, lalu minum. "Aku juga masih belajar. Begitu juga Fitri dan Laila. Iya kan, Fit, La?"
Fitri dan Laila menganggukkan kepala mereka. Mereka mengambil cimol yang ada di plastik yang mereka pegang, lalu memakannya.
Akbar merenung sejenak sambil menyantap batagor yang di pegangnya. "Oke deh. Tapi ini demi Adikku!"
"Hm... Baguslah. Oh ya, nanti kalau mau nambah-nambah penghasilan. Besok ke rumahku aja." Laila tersenyum, menceriakan suasana malam itu.
"Emangnya ada apa, La?" tanya ketiga temannya.
Laila memakan lagi cimolnya. "Besok kan, bapakku pulang dari Kalimantan. Beliau berencana mengadakan buka bersama anak-anak yatim." jelas Laila. "Nanti kalian dapat uang saku sebagai ucapan terima kasih telah membantu. Ya walaupun tak seberapa. Yang penting niat kita, yaitu membantu anak yatim."
Fitri, Ramadhan dan Akbar saling menatap satu sama lain. Lalu mereka mengangguk setuju. Mereka sepakat akan membantu Laila dan Bapaknya. Laila pun tersenyum senang. Lalu semuanya pun tersenyum senang. Sambil menyelam minum air. Sambil dapat uang saku, dapat juga pahalanya. Hehe.
"Fitri, kamu pesan minuman apa tadi?" tanya Ramadhan.
"Aku tadi pesan Pop Ice. Kamu dan Laila kan suka rasa cokelat. Sedangkan aku dan Akbar suka stroberi. Ya udah, pesan rasa yang kalian suka," jawab Fitri. Kemudian ia menoleh ke arah pelayan yang sedang berjalan ke dapur. Ia pun memanggilnya. "Mas, minuman kami belum dibikin, kan? Esnya jangan banyak-banyak. Oke?"
"Oke deh, mbak Sist. SIAP!" Pelayan pun melanjutkan pekerjaannya. Ia pergi ke dapur.
Di samping Ramadhan, duduklah Akbar. Ia sedang terdiam menatap meja ceper di depannya. Kenapa ceper? Mereka ada di warung makan lesehan. Sepertinya Akbar sedang memikirkan sesuatu.
"Akbar, kamu kenapa?" Ramadhan kemudian bertanya sambil memegang pundak temannya itu.
Akbar menghela napas, "Gini, Ram. Aku tuh, bagaimana jelasinnya ya?" Akbar bingung.
Lalu Laila yang duduk di sebelah Fitri pun bertanya, "kamu ada masalah? Ceritakan saja. Mungkin kita bisa bantu. Iya nggak Fit?" Laila menoleh ke Fitri.
Akbar hanya dian dan memainkan jari-jemarinya. Ia belum yakin untuk menceritakan masalahnya.
"Kalau nggak mau cerita, nggak apa-apa. Yang jelas, kamu jangan gitu dong. Kita kan lagi menunggu waktu berbuka. Seharusnya kita bahagia." Ramadhan mencoba untuk tidak memaksa Akbar.
Namun Akbar akhirnya bicara, "begini, masalahnya aku belum gajian." Ia menceritakan masalahnya. "Kalian tau adikku yang paling kecil dan satu-satunya itu? Dia kemarin minta dibelikan baju baru."
"Oh itu masalahnya. Begini, kamu punya tabungan? Sementara pakai dulu tabunganmu buat beli baju baru," ujar Fitri.
"Tidak," jawab Akbar singkat. Ia masih bermain dengan jari-jemarinya. Sesekali menyisir rambutnya dengan jari-jarinya.
"Kamu kan merokok. Kurangi lah jajan rokokmu!" Laila menyahut.
Akbar agak tersinggung dengan apa yang dikatakan Laila. Ia pun menatap Laila dengan mata yang melotot. Marah? Jelas saja dia marah. "Kamu nggak tau sih! Tanpa merokok rasanya hambar!"
Pesanan pun telah tiba. Seorang pelayan menaruh empat piring nasi dan empat piring ayam goreng ke atas meja mereka. Seorang pelayang yang lain menyusul, membawa minuman yang mereka pesan.
Allahu akbar, Allahu akbar.
Suara adzan berkumandang. Waktu berbuka telah tiba. Mereka semua yang ada di warung makan bersyukur dan mengucap, "alhamdulillahirabbil'alamin". Akhirnya mereka bisa makan lagi, setelah seharian berpuasa. Sebelum mereka menyantap hidangan berbuka, mereka berdoa terlebih dahulu. Doa berbuka dan dilanjutkan doa mau makan.
Lima menit berlalu. Fitri dan teman-temannya selesai berbuka. Mereka bergegas pergi ke mushola terdekat. Mereka sholat berjama'ah.
Setelah sholat mereka pergi ke alun-alun. Belum akan pulang. Mereka meneruskan pembicaraan yang sempat terputus tadi.
"Bar, gini Bar. Kamu tuh tadi seharusnya jangan marah sama Laila. Laila tuh niatnya baik. Dan aku bukan membelanya. Tapi setidaknya satu puntung saja sehari. Kalau kamu belum bisa atau enggak bisa sehari tanpa rokok. Ini juga agar kamu belajar menabung dan berhemat. Bukannya sok atau gimana." Sejanak Ramadhan terdiam, ia membuka tutup botol aquanya, lalu minum. "Aku juga masih belajar. Begitu juga Fitri dan Laila. Iya kan, Fit, La?"
Fitri dan Laila menganggukkan kepala mereka. Mereka mengambil cimol yang ada di plastik yang mereka pegang, lalu memakannya.
Akbar merenung sejenak sambil menyantap batagor yang di pegangnya. "Oke deh. Tapi ini demi Adikku!"
"Hm... Baguslah. Oh ya, nanti kalau mau nambah-nambah penghasilan. Besok ke rumahku aja." Laila tersenyum, menceriakan suasana malam itu.
"Emangnya ada apa, La?" tanya ketiga temannya.
Laila memakan lagi cimolnya. "Besok kan, bapakku pulang dari Kalimantan. Beliau berencana mengadakan buka bersama anak-anak yatim." jelas Laila. "Nanti kalian dapat uang saku sebagai ucapan terima kasih telah membantu. Ya walaupun tak seberapa. Yang penting niat kita, yaitu membantu anak yatim."
Fitri, Ramadhan dan Akbar saling menatap satu sama lain. Lalu mereka mengangguk setuju. Mereka sepakat akan membantu Laila dan Bapaknya. Laila pun tersenyum senang. Lalu semuanya pun tersenyum senang. Sambil menyelam minum air. Sambil dapat uang saku, dapat juga pahalanya. Hehe.
Comments
Post a Comment
Terima kasih sudah mampir.
Jangan lupa komen ya. Satu saja sangat membantu untuk kemajuan blog ini.
Ingat yang sopan komennya. Oke. :)