Karya Turunan dan Pendahulunya

Jumpa lagi dengan om Anjar Adityatsu. Kenapa? Heran? Hah, akhirnya. Untuk pertama kalinya saya pakai kata gue. Gue emang sudah jadi om om. Gue sudah jadi pakde. Gue sudah punya ponakan banyak. Bahkan gue baru nyadar waktu pas gue lahir gue sudah jadi om. Secara my family is the big family. Dulu pakde gue sudah punya anak yang lagi punya anak.

Bingung? Sama gue juga bingung.

Oke kita tinggalkan saja soal anak yang lagi punya anak.

Buy the wuy. Eh bener enggak sih tulisanya gitu?

Ah biarin yang penting sok inggris. Biar pada mringis gituh.

Heh jadi lebay.

Oke. Jadi begini ceritanya. Pernahkah anda atau punyakah anda sebuah karya? Pasti pernah dan punya dong.

Yang jadi karya pertama anda adalah gambaran anda saat usia TK atau sebelum TK. Yang dulu gambarnya gunung, ada pak taninya, orang-orangan sawah mirip tuh sama pak taninya. Secara gambar keduanya kaya permen lolipop semua. Ya anda benar itu merupakan karya pertama. Karya saat anda sudah mulai berjalan otaknya alias NALAR. Eits tapi bukan itu. Karya pertama anda sebenarnya adalah lagu selamat berjumpa dengan orang tua anda. Ya saya juga menyanyikan lagu bahagia itu. MENANGIS.

Jadi saya berkesimpulan dari kejadian Menangis dan lagu itu, bahwa sebenarnya semua manusia bisa menyanyi, sejak dia lahir dia sudah jadi musisi yang langsung dapat fans enam orang sekaligus. Dua orang tua, dua kakek, dua nenek. Tapi ini secara umum. Dan kita harus bersyukur mendapat ke enam fans ini. Coba lihat orang yang tidak mempunyai fans sebanyak enam orang. Bahkan mereka ada yang tidak punya. Ayah pergi ibunya meninggal saat dia lahir. Kakek nenek tidak merestui hubungan ayah dan ibunya. Atau mereka sudah tiada sebelum dia lahir. :-( jadi sedih dan ingat kakek nenek gue.

Lap mana lap? Tisu mana tisu? SEBREEETTTT!!!

Oke ya kita kembali lagi ke popok pembalut, eh pokok pembicaraan. Yaitu Karya. Ya tidak bisa dipungkiri ya. Waktu kita masih sekolah mungkin pada sibuk memikirkan pelajaran. Mungkin juga sibuk mikirin pacar. Mungkin juga sibuk nge-BULLY anak culun dan miskin. Atau bahkan mencari uang buat biaya sekolah. Itu semua biasanya jadi alasan dan tersangka dari kasus ketidak-adanya, ketidak-terciptanya sebuah karya. Padahal juga yang mereka lakukan membuat karya atau sebuah karya yang membanggakan lho.

Punya cewek sekaligus 10, padahal temen cowok lainnya enggak punya. Peringkat satu di daftar blacklist guru BK, karena yang lain pada enggak bisa bullying. Ikut kejuaraan Matematika sekabupaten, padahal yang lain pada gak bisa Matematika.

Nah yang terakhir gue bangga kalau ada murid yang sekolah sambil mencari uang. Dia ini murid justru yang paling teladan. Secara pagi-pagi belum jam enam dia sudah di sekolahan. Dia berkeliling sambil nunggu penjaga sekolah, nunggu guru-guru, sampai tiba waktunya teman-temannya datang. Kenapa berkeliling? Ya karena dia kan cari uang. Pertama masuk parkiran matanya lirak-lirik di lantai siapa tau kemarin ada teman yang duitnya jatuh. Lalu masuk ke lobi, dia clingak clinguk liat ruang guru. Setelah aman dia liat-liat ke kolong meja. Mungkin saja kemarin ada guru yang recehannya jatuh. Lanjut dia menuju kelas. Pertama dia ke meja guru liat lacinya. Mungkin kemarin ada guru yang nyimpen uang kembalian dari kantin. Inilah murid paling teladan, paling rajin, paling pintar dan paling nomor satu di blacklist guru BK.

Oke lanjut. Sebuah tuntunan seperti sekolah, kerja, kuliah, dan berkeluarga itu bukanlah halangan, alasan atau tersangka untuk tidak terciptakan sebuah karya. Sebuah karya tidak memandang itu bidang terpopuler atau apalah apalah. Karya tidak hanya musik, lukis, buku, robot, patung, pesawat, dan gadget. Karya itu bukan sesuatu inovasi baru. Tapi sesuatu yang baru dari bentuk karya pendahulunya.

Contoh. Mudah saja. Coba anda pegang yang anda sedang pegang. Benda apa itu? HP? Lap Pel? Eh laptop? Komputer? Kapsul? Eh tablet? Apakah mereka karya baru? Bukan! Mereka berasal dari mesin ketik, telegraf, radio, televisi, handytalky, dan gameboy. Yang anda lihat sekarang adalah perkembangannya saja. Tampilan yang baru dari tampilan lama. Bentuk baru dari bentuk yang lama. Dan akan terus seperti itu. Modern itu sesuai masanya. Dulu orang ngirim pesan tanpa pos atau lewat kabel sudah dibilang canggih. Dulu orang naik kereta uap tanpa kuda sudah dibilang modern. Dulu orang main HT juga sudah dibilang subhanallah.

Karya timbul karena manusia berpikir. Karya berubah bentuk karena ketidaknyamanan manusia. Karya memiliki tampilan baru karena manusia sudah bosan melihatnya. Karya mempunyai keturunan karena manusia suka berimprovisasi dan hal baru. Karya akan dilupakan karena manusia tidak mau tahu dari mana asalnya. Karya akan lestari karena manusia adalah makhluk yang peduli. Karya akan hancur karena manusia itu perusak. Karya akan terjaga karena manusia itu terhormat dan berharga.

Sekian dan terima kasih. Sampai jumpa lagi.

Comments

Post a Comment

Terima kasih sudah mampir.
Jangan lupa komen ya. Satu saja sangat membantu untuk kemajuan blog ini.
Ingat yang sopan komennya. Oke. :)